Mbah Moedjair, Sang Penemu Ikan Mujair




Kisah Inspiratif Mbah Moedjair 


Mbah Moedjair, atau pemilik nama asli Iwan Dalauk adalah sosok yang berjasa besar dalam mengawali budidaya ikan mujair di Nusantara. Beliau adalah warga dusun Papungan, desa Kuningan, kecamatan Kanigoro, Blitar yang pertama kali menemukan dan membudidayakan ikan mujair pada zaman Hindia Belanda. Mbah Moedjair adalah putra dari pasangan Bayan Isman dan Rubiyah yang lahir pada tahun 1890 di desa Kuningan, dekat kota Blitar, Jawa Timur. Sang penemu ikan mujair ini meninggal pada September 1957 dan dimakamkan di Blitar. 


Pada mulanya, ikan mujair merupakan ikan air asin yang sengaja dikembangbiakan oleh mbah Moedjair melalui percobaan habitat. Sebelum menemukan ikan ini, awalnya mbah Moedjair diajak acara tirakatan oleh Kepala Desa Papungan pada tanggal 1 Suro di pantai Serang. Setibanya di muara sungai pantai Serang, mbah Moedjair melihat ikan unik yang memasukkan anak-anaknya ke dalam mulutnya saat bahaya mengancam. Karena penasaran, mbah Moedjair pun berniat membawa pulang ikan-ikan ini untuk dipeliharanya. Ia menggunakan kain udeng (ikat kepala) yang biasa beliau pakai untuk menangkap ikan-ikan tersebut. 


Mbah Moedjair pun membawa pulang ikan ini ke desa Papungan. Namun sayangnya, ikan-ikan tersebut mati sewaktu dimasukkan ke kolam air tawar yang berada di halaman rumahnya. Tidak heran, habitat ikan ini berasal dari air asin sehingga tidak cocok dengan air tawar. Meski begitu, mbah Moedjair tidak menyerah, ia berusaha sekuat tenaga untuk mengupayakan ikan ini agar bisa hidup di air tawar. Ia pun melakukan beberapa kali percobaan untuk membuat ikan ini mampu bertahan hidup di air tawar.  


Kabarnya, mbah Moedjair sampai harus bolak balik Papungan - Serang yang berjarak sekitar 35 km dari rumahnya. Ia rela berjalan kaki dengan melewati hutan belantara, naik turun bukit dan akses jalan yang sulit, serta memakan waktu dua hari dua malam untuk mengambil lagi spesies ikan ini dari Pantai Serang. Ia menggunakan gentong dari tanah liat untuk membawa pulang ikan-ikan ini. 


 

Mbah Moedjair melakukan percobaan dengan cara sedikit demi sedikit menurunkan kadar air asinnya. Ia mencampurkan air laut yang asin dengan air tawar secara terus menerus dengan tingkat konsentrasi air tawar semakin lama semakin lebih banyak dari air laut, hingga kedua jenis air yang berbeda ini dapat menyatu. Berulang kali bolak balik antara Papungan - Serang, usahanya ini akhirnya membuahkan hasil pada percobaannya yang ke 11. Empat ekor ikan jenis baru ini akhirnya mampu beradaptasi dengan habitat air tawar.


Empat ekor ikan ini kemudian beliau kembangbiakkan hingga akhirnya beranak pinak dan bisa mempunyai 3 kolam. Hasil budidayanya ini juga beliau bagikan ke tetangganya dan sebagian lagi dijual. Keberhasilannya ini kemudian terdengar pihak penguasa hingga akhirnya Pemerintah Belanda melalui Asisten Residen Kediri pun tertarik untuk mendatanginya. Asisten Residen Kediri yang merupakan seorang peneliti mengatakan bahwa ikan temuan Mbah Moedjair ini berasal dari perairan Afrika. 


Dari peristiwa inilah Asisten Residen kemudian menamai ikan ini dengan nama ikan mujair untuk menghormati jerih payah Mbah Moedjair. Masyarakat sekitar pun menyebut ikan ini dengan sebutan ikan mujair sesuai nama penemunya yakni Mbah Moedjair. Menurut harian Pedoman edisi 27 Agustus 1951, pemerintah juga mengapresiasi usaha mbah Moedjair ini dengan memberinya santunan sebesar Rp 6,- per bulan. Begitu pula pada masa pendudukan Jepang, mbah Moedjair diangkat sebagai pegawai negeri tanpa harus mendapat beban kerja.


Tidak hanya itu saja, berbagai penghargaan pun diterima Mbah Moedjair atas temuan dan hasil kerja kerasnya ini. Pada 17 Agustus 1951, Kementerian Pertanian Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada Mbah Moedjair. Ia menerima surat tanda jasa dari Kementerian Pertanian atas jasanya sebagai penemu dan perintis perkembangan ikan mujair. Selain itu, ia juga mendapatkan penghargaan lain dari Eksekutif Comitte Indo Pasifik Fisheries Council pada 30 Juni 1954.


Untuk mengenang jasa-jasanya, pada tahun 1960, atas inisiatif Departemen Perikanan Indonesia, makam Mbah Moedjair pun dipindahkan ke area khusus yang difungsikan sebagai makam keluarga. Pada nisan makamnya, tertulis "MOEDJAIR, PENEMU IKAN MUDJAIR DI PANTAI SERANG TGL. 25 MARET 1936" disertai dengan gambar relief ikan mujair di bawahnya. Kini, warisan peninggalan Mbah Moedjair pun telah menjadi ikan populer dan banyak ditemukan di kolam-kolam, sungai, telaga, waduk, dan danau di seluruh Indonesia. (diolah dari berbagai sumber) 


santossalam





Post a Comment

Lebih baru Lebih lama