Manado - Ahli Waris dari Almarhum Jhoni Alfres Sumendap, mengaku merasa di kriminalisasi penyidik sat Reskrim 11, polres Tomohon Sulawesi Utara.
Berawal dari mencari keadilan hukum yang berkeadilan, ahli waris malah menjadi terperiksa di polres Tomohon.
Kasus sengketa Rumah yang beralamat di perumnas uluindanu, Tomohon menjadi sebuah kasus yang semakin liar. Pasalnya dalam forum mediasi di kelurahan yang di mediasikan lurah setempat, berbalik menjadi kasus pidana.
Ahli waris yang sedang mencari keadilan hukum malah di laporkan kepolres Tomohon, dengan dugaan pencemaran nama baik.
Kasus yang menimpa wanita kelahiran Tomohon yang juga merupakan ahli waris sah dari Almarhum Jhoni Alfret Sumendap kini harus menjalani pemeriksaan rutin, sebab penyidik polres Tomohon telah menetapkan perkara dengan di keluarkan ya SPDP.
Almarhum yang juga merupakan pensiunan polri dengan jabatan terakhir sebagai Kapolsek kinilow, merasa sangat di rugikan dengan adanya surat SPDP yang diterimanya.
" Kami empat bersaudara, merasa tidak pernah melakukan kejahatan ataupun tindak pidana, sangat kecewa dengan surat SPDP yang kami terima ", jelas Salah satu ahli waris yang tidak ingin disebutkan namanya.
" Kami ini anak polisi, semua surat tantang kepemilikan rumah ayah kami ada di kami termasuk SHGB, bagai mana mungkin dalam ruangan mediasi di kelurahan Adik kami malah di kriminalisasi", tanya salah satu ahli waris.
Kronologis.
Bahwa awalnya kami selaku Ahli waris dari orang tua kami JHONY ALFRED SUMENDAP pensiunan Polri, memilik rumah di Perum Perumnas yang terletak di jalan cemara II No. 56 B jalan cemara V Lingkungan III kelurahan Uluindano kecamatan Tomohon Selatan yg telah bersertipikat Hak guna bangunan Nomor 211 atas nama JHONY SUMENDAP dan dikuasai oleh kami keluarga, bahwa pada tahun 2022 kami menemukan bahwa rumah BTN tersebut telah di tempat orang lain tanpa sepengetahuan dan seijin dari pihak kami selaku keluarga/ Ahli waris dari JHONY SUMENDAP, selanjut kami melakukan pengecekan dan sekitar bulan Desember 2022 kami ketahui bahwa perempuan YOLANDA YULIANA PAAT yg telah menyuruh lelaki ROBBY SAMPUL berserta keluarga berada di rumah kami tersebut dengan cara yang tidak sah dan tinggal tanpa seijin pihak kami, bahwa selanjut kami melaporkan hal tersebut kepada pihak kelurahan utk bisa di lakukan penyelesaian secara baik-baik, selanjutnya orang yang menempati rumah tersebut diundang kebalai desa untuk menanyakan perihal yg bersangkutan berada di Rumah kami tersebut, setelah nya datang perempuan yang mengaku bernama YOLANDA YULIANA PAAT yg adalah org yg menyuruh lelaki ROBBY SAMPUL untuk tinggal di rumah kami tersebut, Bahwa pada saat di balai kantor kelurahan tersebut kami keluarga menanyakan terkait dengan keberadaan orang yang bernama ROBBY SAMPUL tersebut sehingga ada di rumah kami sampai panjang lebar, tetapi tidak mendapatkan jawaban yg baik dan tidak mendasar, dan pihak kami malah di laporkan atas dugaan Tindak pidana pencemaran nama baik dan bergulirnya waktu penanganan perkara tersebut yg dilaporkan perempuan YOLANDA YULIANA PAAT tersebut, perkara menjadi delik penghinaan, kami keluarga merasa mendapatkan Diskriminasi terhadap dugaan perbuatan penyidik yg memaksakan laporan tersebut untuk di naikan Ke penyidikan karena alasan di temukan peristiwa pidana,
"Bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yg di tangani penyidik/penyidik pembantu, kami merasa di diskriminasi dan tidak relevan dengan kenyataan/fakta-fakta yang tidak berkeadilan dan tidak ada keseimbangan hukum, tidak memperhatikan Azas- Azas hukum yang berlaku, hukum adat, hukum positif di salah tafsirkan dalam penanganan perkara tersebut, karena menurut kami bahwa saat itu kami berada di forum yg netral, dengan kapasitas kami sebagai pelapor atas keberadaan orang tak di kenal tinggal dan menempati rumah kami tanpa ijin pihak kami, dan bahwa rumah tersebut telah memilik sertipikat HGB dan aslinya di kuasai oleh kami", jelas 4 Ahli yang tidak mau di sebutkan namanya.
Penyelidikan yang berawal dari kasus pencemaran nama baik ( pasal 310 ) yang menurut sepengetahuan kami pasal tersebut adalah pasal yang sudah di cabut Mahkamah Konstitusi ( MK ) kini malah diduga dengan pasal 315 ( penghinaan) yang belum pernah ada penyelidikan.
" Kami bingung bagaiana bisa polres Tomohon menerima aduan pencemaran nama baik sedangkan pasal tersebut sudah di cabut MK, dan dengan serta Merta tanpa ada pemeriksaan ataupun laporan penghinaan, tiba-tiba kami di kabarkan dengan surat panggilan dan surat pemberitahuan dimulainya perkara ( SPDP)", jelas M salah satu ahli waris. M mengaku telah bersurat kepada Kapolda Manado. Lewat setum kapolda, serta Direktorat kriminal umum Polda Manado (Tim)
Posting Komentar